Komisi XI Desak Hico-Scan Jadi Aset Negara, Bea Cukai Diminta Perkuat Pengawasan Pelabuhan
- account_circle syaiful amri
- calendar_month Sel, 25 Nov 2025
- comment 0 komentar

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, menjelaskan bahwa pemanfaatan Hico-Scan menjadi salah satu instrumen kunci dalam mengurangi potensi kebocoran barang, termasuk pada sektor tekstil, elektronik, kosmetik, dan sejumlah komoditas yang rawan dimasuki barang ilegal. Alat tersebut telah dipasang di beberapa pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, hingga Belawan.
JAMBISNIS.COM – Komisi XI DPR RI mendesak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk memperkuat pengawasan arus barang di pelabuhan dengan mendorong alat pemindai kontainer Hico-Scan (Hi-Co Scan) ditetapkan sebagai aset negara. Desakan ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Jakarta, Senin, menyusul temuan bahwa alat pemindai tersebut efektif menutup celah penyelundupan tetapi hingga kini masih berada di bawah pengelolaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, menjelaskan bahwa pemanfaatan Hico-Scan menjadi salah satu instrumen kunci dalam mengurangi potensi kebocoran barang, termasuk pada sektor tekstil, elektronik, kosmetik, dan sejumlah komoditas yang rawan dimasuki barang ilegal. Alat tersebut telah dipasang di beberapa pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, hingga Belawan.
Djaka menegaskan bahwa bukti efektivitas alat tersebut tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga nyata membantu identifikasi upaya penyelundupan.
“Seperti apa yang kemarin diteliti pada saat kunjungan Pak Menteri Keuangan (Purbaya Yudhi Sadewa) di Surabaya, itu juga adalah berdasarkan hasil Hico-Scan, termasuk juga beberapa waktu lalu kita berhasil menggagalkan ekspor fiktif yang dilakukan di kawasan berikat,” kata Djaka.
Ia juga menyebut peran alat tersebut dalam menggagalkan ekspor rokok yang ternyata berisi air mineral salah satu contoh upaya penipuan yang berhasil diungkap berkat teknologi pemindaian.
Meskipun alat tersebut terbukti efektif, Komisi XI DPR RI justru menyoroti persoalan tata kelola dan keberfungsian perangkat di lapangan. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyatakan bahwa banyak alat pemindai di pelabuhan yang selama ini tidak berfungsi optimal meski berada dalam sistem pengawasan Bea Cukai.
“Selama ini kita tahu Bea Cukai itu punya di banyak pelabuhan, tapi selama ini enggak hidup. Kalau sekarang dihidupkan kita senang Pak. Kita beberapa kali kunker spesifik ke pelabuhan-pelabuhan, mengecek peralatan itu, semua enggak hidup Pak,” ujar Misbakhun.
Hico-Scan sendiri merupakan alat pemindai peti kemas berbasis X-ray yang memungkinkan pemeriksaan fisik tanpa membuka kontainer. Namun, peralatan tersebut bukan milik Bea Cukai melainkan fasilitas milik Pelindo dan dibuat oleh PT Graha Segara.
Misbakhun menilai kondisi ini tidak ideal untuk pengawasan arus barang yang menjadi tanggung jawab Bea Cukai.
“Ini kan sebenarnya aset bukan asetnya Bapak (Bea Cukai), sementara lalu lintas barang itu tanggung jawab Bapak. Ke depan Pak, ini enggak boleh menjadi asetnya orang lain, harus menjadi asetnya Bea Cukai, dikerjakan oleh Bea Cukai, dimiliki oleh negara, dan dioperasionalkan oleh Bea Cukai,” tegas Misbakhun.
Menurut Misbakhun, potensi celah penyelundupan bisa terbuka ketika alat pemindai mengalami kerusakan atau tidak beroperasi. Mengingat alat bekerja selama 24 jam, pemeliharaan rutin diperlukan untuk memastikan reliabilitasnya. Ketergantungan pada kebijakan Pelindo dinilai berisiko memperlambat perbaikan jika terjadi gangguan teknis.
Ia pun meminta Bea Cukai segera menyusun strategi agar alat pemindai seperti Hico-Scan dapat dialihkan menjadi aset negara, sehingga pengawasan arus barang dapat dilakukan secara lebih mandiri, optimal, dan tanpa hambatan administratif.
- Penulis: syaiful amri

Saat ini belum ada komentar