Rupiah Melemah Lagi, Tembus Rp16.724 per Dolar AS
- account_circle darmanto zebua
- calendar_month Kam, 13 Nov 2025
- comment 0 komentar

ILUSTRASI: Rupiah kembali tertekan pada perdagangan hari ini, Kamis (13/11/2025). Dibuka melemah sebesar 7 poin atau 0,04 persen menjadi Rp16.724 per dolar AS.(F:Ist)
JAMBISNIS.COM – Rupiah kembali tertekan pada perdagangan hari ini, Kamis (13/11/2025). Rupiah dibuka melemah sebesar 7 poin atau 0,04 persen menjadi Rp16.724 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.717 per dolar AS.
Selain rupiah, mayoritas mata uang Asia juga melemah terhadap dolar AS pagi ini. Seperti dolar Taiwan melemah 0,09%, baht Thailand melemah 0,07%, won Korea melemah 0,01%, dan yuan China melemah 0,01%. Sementara itu Dolar Singapura flat.
Sedangkan mata uang Asia yang menguat terhadap dolar AS pagi ini, Peso Filipina yang menguat 0,06%, yen Jepang menguat 0,03%, ringgit Malaysia menguat 0,03% dan dolar Hong Kong menguat 0,02% terhadap dolar AS.
Sementara itu, indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia ada di 99,47, turun dari sehari sebelumnya yang ada di 99,49.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi melihat nilai tukar rupiah terhadap dolar masih akan tertekan. “Hari ini mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.720 sampai Rp16.760,” ujarnya.
Untuk sentimen dari dalam negeri, menurut Ibrahim pasar akan mecermati data-data makro ekonomi nasional. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,33% pada 2026. Proyeksi tersebut di bawah target yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR yaitu sebesar 5,4%.
Prakiraan pertumbuhan 5,33% pada tahun depan itu berdasarkan perkembangan ekonomi global maupun domestik. Proyeksi BI itu juga di bawah target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar 5,4%. Target pemerintah juga realistis, namun tergantung kecepatan realisasi belanja stimulasi fiskal ke depan.
Sedangkan, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,9% pada 2026, jauh lebih rendah dari target pemerintah maupun BI.
“Sementara untuk ekonomi domestik, BI turut mempertimbangkan rencana dukungan bank sentral untuk mendorong pertumbuhan lewat penurunan suku bunga hingga ekspansi likuiditas moneter dan makroprudensial,” tandas Ibrahim.(*)
- Penulis: darmanto zebua

Saat ini belum ada komentar