Strategi Politik di Balik Kebijakan Ekonomi Purbaya: Antara Stabilitas Fiskal dan Konsolidasi Kekuasaan
- account_circle syaiful amri
- calendar_month 2 jam yang lalu
- visibility 37
- comment 0 komentar

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
JAMBISNIS.COM – Di balik kebijakan ekonomi yang tampak teknokratis dan berbasis data, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ternyata memainkan strategi politik yang tak kalah cermat. Bagi pemerintahan baru, ekonomi bukan sekadar urusan angka dan pertumbuhan, melainkan juga alat untuk membangun stabilitas kekuasaan dan legitimasi politik jangka panjang. Pelantikan Purbaya sebagai Menteri Keuangan di Kabinet Pemerintahan 2025 menandai arah baru kebijakan fiskal Indonesia. Dalam pidato perdananya, Purbaya menegaskan tiga fokus utama: stabilitas fiskal jangka panjang, peningkatan investasi domestik, dan penguatan perlindungan sosial. Namun, di balik fokus ekonomi itu tersimpan kalkulasi politik matang yang mengaitkan kebijakan fiskal dengan kekuatan koalisi.
Dalam sistem politik Indonesia, kebijakan fiskal kerap menjadi alat konsolidasi koalisi. Pemerintah memanfaatkan distribusi anggaran strategis untuk menjaga dukungan politik dari partai-partai pendukung (Aspinall & Berenschot, 2019). Di bawah kepemimpinan Purbaya, alokasi belanja daerah dan proyek infrastruktur tampak diarahkan ke basis politik partai koalisi besar. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 mencerminkan pola ini, dengan porsi signifikan bagi daerah-daerah strategis politik (Tempo, 2025). Strategi ini bukan hal baru, namun di tangan Purbaya tampak lebih sistematis—menggabungkan aspek fiskal dan stabilitas politik jangka menengah.
Purbaya juga memahami bahwa stabilitas ekonomi adalah modal politik. Ia menekankan defisit fiskal terkendali serta koordinasi erat antara kebijakan fiskal dan moneter bersama Bank Indonesia (Kompas, 2025). Pendekatan fiskal ketat di awal masa jabatan bertujuan membangun kepercayaan pasar dan menenangkan investor, sembari memperkuat posisi politik pemerintahan baru (Harvard Business Review, 2024).
Menurut teori political business cycle (Nordhaus, 1975), pemerintah cenderung mengatur momentum kebijakan ekonomi demi dukungan politik. Purbaya memilih jalur hati-hati menahan ekspansi belanja populis di awal masa jabatan untuk membangun fondasi stabil, sebelum membuka ruang ekspansi menjelang pemilu berikutnya.
Menariknya, di tengah kebijakan fiskal ketat, Purbaya tetap mendorong perluasan program sosial. Bantuan langsung dan subsidi pendidikan menjadi prioritas (Bappenas, 2025). Strategi ini mencerminkan populisme terkendali—menjaga basis dukungan publik tanpa mengorbankan kredibilitas fiskal. Kebijakan semacam ini lazim dalam pemerintahan koalisi untuk menyeimbangkan tekanan elite dan ekspektasi publik (Robison & Hadiz, 2004). Program sosial diarahkan ke masyarakat bawah yang penting secara politik, sementara kelas menengah dan pelaku usaha dijaga dari ketidakpastian fiskal.
Selain strategi kebijakan, terdapat pula dimensi personal dalam pendekatan politik-ekonomi Purbaya. Dikenal sebagai teknokrat berintegritas, ia juga berperan sebagai jembatan antara elite teknokrat dan elite partai politik (Koran Sindo, 2025). Menurut studi Klaten (2004), kehadiran teknokrat seperti Purbaya sering menjadi penyeimbang dalam pemerintahan yang kompleks secara politik. Purbaya tampaknya memainkan peran ini dengan hati-hati mengarahkan kebijakan ekonomi tanpa menimbulkan gesekan dalam koalisi.
- Penulis: syaiful amri
Saat ini belum ada komentar