-
Syaiful Amri
JAMBISNIS.COM - Dalam satu tahun terakhir, pasar otomotif Indonesia dikejutkan oleh strategi berani dari sejumlah produsen mobil asal China. Mulai dari Morris Garage (MG), BAIC, Wuling, Chery, hingga pendatang baru seperti Neta, mereka nekat memangkas harga jual mobil baru hanya beberapa bulan setelah peluncuran.
Langkah ini tak tanggung-tanggung. Beberapa merek bahkan menurunkan harga hingga ratusan juta rupiah, membuat konsumen dan pesaing terheran-heran.
Salah satu yang paling mencolok adalah MG4 EV, mobil listrik dari Morris Garage. Saat pertama kali masuk ke Indonesia sebagai unit CBU dari Thailand, harganya dibanderol sekitar Rp 640 juta. Namun setelah dirakit secara lokal, harganya anjlok menjadi Rp 433 juta, dan terus turun hingga mencapai Rp 395 juta. Artinya, terjadi koreksi harga nyaris Rp 250 juta sejak awal peluncuran.
MG menyebut penurunan harga ini disebabkan oleh meningkatnya tingkat kandungan lokal (TKDN) dan proses perakitan lokal, yang secara signifikan memangkas biaya produksi dan pajak.
Langkah serupa dilakukan oleh BAIC lewat model BJ40 Plus. Mobil SUV ini awalnya dibanderol sekitar Rp 790 juta, namun setelah diproduksi di dalam negeri, harganya turun drastis menjadi Rp 690 juta. Penurunan hampir Rp 100 juta ini, menurut COO JIO Distribusi Indonesia, Dhany Yahya, disebabkan oleh perbedaan tarif pajak impor dan luxury tax antara produk CBU dan CKD.
“Yang membedakan harga mobil di dalam negeri dan negara asal terutama adalah beban pajak importasi. Dari yang awalnya bisa mencapai 50%, kini hanya sekitar 10% setelah dirakit lokal,” jelas Dhany.
Tak ketinggalan, Chery juga ikut memangkas harga dua produk unggulannya: Chery C5 dan Chery E5, yang merupakan versi rebranding dari Omoda 5 dan Omoda E5.
Chery C5 kini dijual sekitar Rp 319 juta, turun dari sebelumnya Rp 346 juta.
Chery E5 mengalami penurunan lebih ekstrem, dari Rp 518 juta menjadi hanya Rp 413 juta turun lebih dari Rp 100 juta.
Strategi agresif pemangkasan harga oleh pabrikan mobil China ini dinilai sebagai upaya merebut pasar dengan cepat, meningkatkan volume penjualan, dan mendorong adopsi kendaraan listrik maupun SUV di Indonesia. Meski memberi keuntungan bagi konsumen, strategi ini juga memberi tekanan pada pabrikan mobil Jepang dan Eropa yang selama ini mendominasi pasar nasional.