-
Syaiful Amri
JAMBISNIS.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup paruh pertama tahun 2025 di zona merah. Meskipun IHSG ditutup menguat 0,44% ke level 6.927,67 pada perdagangan Senin (30/6/2025), namun secara keseluruhan, IHSG telah melemah 2,15% secara year-to-date (YtD) sejak awal tahun hingga akhir Semester I/2025.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), koreksi IHSG dipicu oleh penurunan harga saham sejumlah emiten big caps. Top laggard IHSG dipimpin oleh PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) yang anjlok hingga 36,66% secara YtD. Saham bank besar juga ikut terkoreksi, seperti:
PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) turun 14,39%
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) melemah 10,34%
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) turun 8,33%
Saham teknologi dan ritel juga turut membebani IHSG, dengan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) melemah 17,14%, dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) terkoreksi 16,14% dibandingkan posisi akhir tahun 2024.
Selain koreksi saham-saham besar, kaburnya dana asing juga turut memberi tekanan. Asing mencatatkan net sell sebesar Rp53,56 triliun sepanjang Semester I/2025. Saat ini, kapitalisasi pasar BEI berada di angka Rp12.178 triliun, dengan valuasi IHSG tercermin dari PER 13,36 kali dan PBV 1,99 kali.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo, menilai prospek IHSG pada Semester II/2025 masih akan dibayangi volatilitas tinggi. Ketidakpastian global seperti konflik geopolitik di Timur Tengah dan perang dagang Amerika Serikat akan menjadi risiko utama. Tenggat keputusan tarif impor AS jatuh pada 9 Juli 2025, dan rumor penggantian Ketua The Fed oleh Presiden Donald Trump juga menjadi perhatian pasar.
“Jika The Fed benar menurunkan suku bunga pada September 2025, hal itu bisa menjadi sentimen positif,” jelas Azis.
PT Indo Premier Sekuritas melalui analis Angga Septianus menyatakan bahwa IHSG sangat bergantung pada hasil kebijakan tarif AS. Jika suku bunga turun, pasar saham Indonesia berpeluang rebound. Namun jika inflasi naik karena tarif impor, suku bunga bisa ditahan, yang berpotensi menjadi sentimen negatif.
Dari sisi teknikal, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyampaikan pandangan optimistis. Ia memperkirakan peluang kebangkitan IHSG di semester kedua 2025 dengan adanya sinyal pelonggaran kebijakan moneter dan meredanya tensi geopolitik seperti konflik Iran-Israel.
“Jika skenario positif terjadi, IHSG bisa menuju level 7.489. Sementara skenario negatif memperkirakan IHSG bisa menyentuh 6.700,” ungkap Nafan.