Harga Batu Bara Cetak Rekor Tertinggi, tapi Indonesia Dapat Banyak Kabar Buruk
- account_circle syaiful amri
- calendar_month Sel, 28 Okt 2025
- comment 0 komentar

JAMBISNIS.COM – Harga batu bara global kembali melonjak ke level tertinggi bulan ini, namun di balik kenaikan itu, tersimpan sejumlah tantangan bagi Indonesia sebagai salah satu eksportir utama dunia. Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara ditutup di posisi USD 108,5 per ton, menguat 0,69 persen dibanding perdagangan sebelumnya. Kenaikan ini menjadi rekor tertinggi sejak awal Oktober 2025.
Lonjakan harga dipicu oleh penguatan permintaan dari China, yang tengah menghadapi pasokan ketat akibat pengetatan inspeksi keselamatan tambang dan perlambatan produksi di beberapa provinsi penghasil batu bara utama.
Kenaikan harga batu bara domestik di China terus berlanjut pada pekan terakhir Oktober. Aktivitas pelabuhan dan tambang menunjukkan peningkatan permintaan menjelang musim dingin. Cuaca yang tidak menentu juga memperkuat tren kenaikan harga, terutama dari sektor utilitas listrik.
Meski begitu, analis menilai pasar batu bara mulai menunjukkan tanda stabilisasi, artinya kenaikan tidak lagi seagresif sebelumnya. China kini tengah mencari keseimbangan baru antara pasokan dan permintaan.
Produksi tambang domestik mulai meningkat untuk mengantisipasi kebutuhan musim dingin, sementara transisi energi ke sumber terbarukan dan stok yang menumpuk di beberapa pelabuhan bisa menekan harga dalam jangka menengah.
Selain batu bara termal, pasar batu bara kokas (coking coal) di China juga menunjukkan tren positif. Indeks harga untuk kokas di provinsi Shanxi naik hingga CNY 50 per ton menjadi CNY 1.340 per ton.
Kondisi ini memberi peluang bagi produsen kokas untuk menaikkan harga secara bertahap. Namun bagi industri baja, kenaikan tersebut justru berpotensi menekan margin produksi, kecuali jika diimbangi oleh efisiensi atau kenaikan harga baja di pasar.
Bagi Indonesia, situasi ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan. Sebagai salah satu pemasok bahan baku industri baja Asia, permintaan terhadap batu bara kokas asal Indonesia bisa meningkat, tetapi kompetisi dengan Australia dan Rusia semakin ketat.
Meski harga naik, kabar kurang menggembirakan datang bagi eksportir seperti Indonesia. Setelah menyelesaikan pemeliharaan jalur kereta batu bara Daqin Railway lebih cepat dari jadwal, pasokan domestik China kini lebih lancar.
Akibatnya, kebutuhan impor dari negara lain berpotensi menurun. Pasar batu bara termal via laut juga menunjukkan tanda-tanda melambat karena penurunan tender dari utilitas China.
Kondisi serupa terjadi di pasar Korea Selatan. Negeri Ginseng memangkas impor batu bara dari Rusia sebesar 14 persen pada September dan beralih ke Kolombia karena harga yang lebih murah.
Sementara Indonesia justru mencatat penurunan ekspor ke Korea Selatan sebesar 20,5 persen menjadi hanya 2,86 juta ton. Sebaliknya, Australia justru berhasil meningkatkan ekspor hingga 39,2 persen ke negara tersebut.
Persaingan di pasar Asia Timur semakin sengit. Rusia, Kolombia, dan Australia berlomba menawarkan harga kompetitif, bahkan menanggung sebagian biaya pengiriman untuk menarik pembeli baru.
Bagi Indonesia, kondisi ini menandakan perlunya strategi baru dalam mempertahankan pasar ekspor, termasuk diversifikasi tujuan ekspor ke negara-negara Asia Selatan atau Timur Tengah, serta peningkatan efisiensi logistik di dalam negeri.
- Penulis: syaiful amri

Saat ini belum ada komentar