-
Darmanto Zebua
China membangun pusat data di luar negeri dimulai pada 2021. Ini seiring rencana tiga tahun pemerintah China yang meminta perusahaan-perusahaan pusat data untuk memperluas operasinya ke negara-negara yang tergabung dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) termasuk Malaysia.
Setelah kunjungan Presiden Xi Jinping ke Malaysia pada April lalu, kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam konektivitas data, infrastruktur 5G, dan pengembangan AI. Salah satu pemain besar China, GDS Holdings, telah membangun kampus pusat data skala besar di Johor dua tahun lalu, yang hingga kini masih dalam tahap pengembangan.
Namun, tekanan dari AS membuat GDS mengurangi kepemilikan di anak perusahaan luar negerinya dan memisahkannya menjadi entitas baru bernama DayOne pada Januari lalu.
Johor kini menjadi pusat investasi pusat data terbesar di Malaysia, dengan 42 proyek senilai 164,45 miliar ringgit atau sekitar US$ 39 miliar hingga kuartal kedua 2025. Proyek-proyek ini menyumbang lebih dari 78% kapasitas IT nasional, menurut pernyataan Menteri Besar Johor bulan lalu.
Letaknya yang dekat dengan Singapura membuat Johor menjadi lokasi strategis karena menawarkan koneksi berkecepatan tinggi ke pusat data Singapura, namun dengan biaya operasional yang jauh lebih rendah.
Namun, sejak akhir 2024, Johor mulai lebih selektif. Pemerintah setempat membentuk komite seleksi proyek pusat data, yang telah menolak sekitar 30% dari pengajuan karena tidak memenuhi standar keberlanjutan dalam penggunaan air dan energi.