Faktor Ini Membuat Malaysia Kurangi Pembangunan Pusat Data

ILUSTRASI: Ledakan pembangunan pusat data di Malaysia kini mulai melambat karena keterbatasan pasokan listrik dan air.
ILUSTRASI: Ledakan pembangunan pusat data di Malaysia kini mulai melambat karena keterbatasan pasokan listrik dan air.
Reporter

-

Editor

Darmanto Zebua

JAMBISNIS.COM - Malaysia, yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi tujuan utama investasi pusat data di Asia Tenggara, kini mulai memperlambat laju ekspansi sektor tersebut. Langkah ini menjadi penghambat bagi China yang ingin mengakses chip canggih untuk pengembangan teknologi kecerdasan buatannya (AI).

Negara ini telah menarik investasi besar dari raksasa teknologi Amerika seperti Microsoft, Amazon, dan Google, serta perusahaan China seperti Tencent, Huawei, dan Alibaba. Ini berkat biaya tanah dan listrik yang murah, serta prospek permintaan lokal yang kuat untuk teknologi AI.

Menurut data dari konsultan pusat data DC Byte, lebih dari dua pertiga kapasitas pusat data yang tengah dibangun di lima pasar utama Asia Tenggara berada di Malaysia. Banyak perusahaan terdorong untuk berinvestasi di negara bagian Johor, Malaysia, karena tingginya biaya di Singapura.

Namun, ledakan pembangunan pusat data di Malaysia kini mulai melambat. Negara ini menghadapi keterbatasan pasokan listrik dan air, serta tekanan dari pemerintah Amerika Serikat agar tidak menjadi jalur alternatif bagi perusahaan China untuk memperoleh chip AI buatan AS yang kini dibatasi ekspornya.

Sebagai mitra dagang terbesar China di Asia Tenggara, Malaysia pada Juli lalu membuat aturan bahwa semua ekspor, pengiriman transit, dan pengapalan ulang chip canggih buatan AS seperti chip Nvidia wajib memiliki izin. Meski begitu, peraturan ini masih memberikan celah bagi pusat data China untuk mengimpor chip tersebut selama digunakan di dalam negeri.

Akan tetapi, pengawasan terhadap proyek-proyek ini diperkirakan akan meningkat, terutama karena Malaysia sedang berupaya menyelesaikan kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat. Departemen Perdagangan AS sebelumnya menyuarakan kekhawatiran bahwa pusat data di luar China bisa saja membeli chip-chip AI untuk melatih model AI di China, bahkan untuk tujuan militer.