-
Darmanto Zebua
“Tujuannya tentu baik agar rumah subsidi bisa dibangun di kota, tapi kita juga harus melihat aspek sosial, kesehatan, dan lainnya. Kita tidak bisa memaksakan hanya karena tujuannya baik,” sambungnya.
Sebagai alternatif, pemerintah kini mendorong pembangunan rumah susun di wilayah perkotaan. Tahun ini kuota pembangunan rumah subsidi ditetapkan sebesar 350 ribu unit, tertinggi sepanjang sejarah. Bahkan jika dibutuhkan, kuota tersebut bisa ditingkatkan hingga 440 ribu unit.
Ara juga menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen kuat pada kebijakan pro-rakyat. Beberapa kebijakan berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah telah direalisasikan, seperti penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen dan penggratisan Persetujuan Pembangunan Gedung (PPG) yang dulunya berbasis IMB.
“Presiden benar-benar memberikan karpet merah bagi rakyat kecil. Contohnya di Sumedang, BPHTB sudah gratis untuk masyarakat kecil. Ini bukti bahwa Presiden sangat cinta rakyat,” ungkap Maruarar.
Ia memaparkan bahwa serapan program perumahan rakyat pada kuartal pertama 2025 melonjak signifikan, mencapai 1.173 persen dibanding periode yang sama pada 2024. Hal ini menunjukkan antusiasme masyarakat untuk memiliki rumah layak huni semakin meningkat.
Selain fokus pada pembangunan rumah subsidi, pemerintah juga menargetkan dua program besar lainnya: pembangunan 500 ribu unit rumah subsidi yang sudah diusulkan dalam rapat kabinet, serta renovasi dua juta rumah tidak layak huni setiap tahunnya.