-
Syaiful Amri
JAMBISNIS.COM - Pasar saham di negara berkembang Asia ditutup menguat pada Kamis (10/7), dipimpin oleh kenaikan signifikan di Korea Selatan dan Taiwan. Kenaikan ini terjadi meskipun Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menggulirkan kebijakan tarif baru yang kontroversial. Para investor memilih mengabaikan retorika tersebut dan tetap optimis terhadap kondisi ekonomi kawasan.
Indeks MSCI Asia untuk saham negara berkembang mencatat kenaikan tipis. Saham Korea Selatan naik 1%, diikuti Taiwan sebesar 0,5%. Sub-indeks negara ASEAN bahkan menyentuh level tertinggi dalam sepekan.
Analis DBS menilai, pasar melihat peringatan Trump soal tidak adanya perpanjangan tenggat tarif setelah 1 Agustus hanya sebagai bagian dari strategi negosiasi dagang.
Sementara itu, mata uang Asia juga menguat terhadap dolar AS yang melemah. Peso Filipina memimpin penguatan dengan naik 0,4%, disusul oleh rupiah Indonesia, won Korea Selatan, dan dolar Singapura yang masing-masing naik 0,3%. Ringgit Malaysia juga rebound ke level 4,2450 per dolar setelah tiga hari melemah, usai Bank Sentral Malaysia memangkas suku bunga acuan demi menopang pertumbuhan ekonomi.
Di pasar modal Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan tren positif dan mencatatkan kenaikan empat hari berturut-turut. Kinerja kuat ditopang oleh saham-saham perbankan utama seperti Bank Central Asia (BCA) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang masing-masing menguat lebih dari 1% dan 3%.
Singapura mencatat rekor baru, dengan indeks acuan naik untuk ketujuh kalinya secara beruntun, didorong oleh arus dana ke sektor industri, telekomunikasi, dan perbankan.
Sementara itu, Malaysia dan Filipina justru mencatat pelemahan indeks saham, dengan bursa Malaysia menurun selama empat hari berturut-turut dan mencapai level terendah dalam sepekan.
Investor kini menantikan hasil kunjungan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio ke Asia dalam rangka KTT ASEAN di Kuala Lumpur. Negosiasi tarif dan perdagangan akan menjadi fokus utama dalam pertemuan tersebut.