IHSG Lanjut Menguat ke Level 8.141,78

ILUSTRASI:   Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan awal pekan ini menghijau. Karena melejit 42,45 poin atau 0,52% ke level 8141,78.(F:Ist)
ILUSTRASI: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan awal pekan ini menghijau. Karena melejit 42,45 poin atau 0,52% ke level 8141,78.(F:Ist)
Reporter

-

Editor

Darmanto Zebua

JAMBISNIS.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan awal pekan ini menghijau. Berdasarkan data RTI Business, IHSG dibuka melejit 42,45 poin atau 0,52% ke level 8141,78 pada pagi ini, Senin (29/9/2025). IHSG bergerak di kisaran 8.136,67 hingga 8.149,46.

Sebanyak 301 saham menguat, 95 saham melemah, dan 219 saham stagnan pada awal perdagangan hari ini. Kapitalisasi pasar tercatat tembus Rp15.008,12 triliun. Penguatan IHSG didorong oleh kenaikan harga saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) 1,64% ke level Rp7.750, PT Merdeka Battery Minerals Tbk. (MBMA) 4,31% ke level Rp605, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) melejit 7,99% ke posisi Rp1.420, dan PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) naik 2,44% ke posisi Rp3.780 per saham.

Selain itu, saham PT Petrosea Tbk. (PTRO) naik 3,76% ke level Rp6.900, saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) menguat 1,56% ke level Rp3.260, dan saham PT Pradiksi Gunatama Tbk. (PGUN) tancap gas naik 19,87% ke posisi Rp274 per saham.

Di sisi lain, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) melemah tipis 0,5% ke level Rp4.020 dan saham PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) turun 2,29% ke level Rp855 per saham. Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto mengatakan pergerakan IHSG dibayangi oleh sentimen domestik, yaitu depresiasi rupiah dan arah kebijakan ekonomi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Menurutnya, tekanan terhadap rupiah terus meningkat, terutama sejak awal bulan ini menyusul demonstrasi yang berujung kerusuhan di akhir Agustus dan perubahan komposisi kabinet Prabowo dan pasar khususnya tidak merespons positif pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani menjadi Purbaya Yudhi Sadewa.

“Sangat banyak kebijakan dinilai terlalu pro-growth dan tidak mengutamakan kehati-hatian. Kami menilai langkah penurunan suku bunga terlalu agresif dan berpotensi menekan rupiah secara konsisten dalam jangka menengah,” paparnya dalam riset, Senin (29/9/2025). Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dinilai terlihat panik dalam mengatasi penguatan signifikan dolar Amerika Serikat.