Gubernur Al Haris Akui PAD Jambi dari Sawit, Hutan, dan Tambang Masih Minim, Usulkan Kenaikan DBH ke Pusat

Gubernur Jambi Al Haris saat menyampaikan pandangan dalam Rapat Koordinasi antar Gubernur di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (9/7/2025). Ia menyoroti minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jambi dari sektor sawit, hasil hutan, dan tambang.
Gubernur Jambi Al Haris saat menyampaikan pandangan dalam Rapat Koordinasi antar Gubernur di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (9/7/2025). Ia menyoroti minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jambi dari sektor sawit, hasil hutan, dan tambang.
Reporter

-

Editor

Syaiful Amri

JAMBISNIS.COM - Gubernur Jambi Al Haris mengungkapkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor-sektor unggulan seperti sawit, hasil hutan, dan tambang di Provinsi Jambi masih tergolong sangat minim. Bahkan, menurutnya, untuk Pendapatan Hasil Hutan (PHH) saat ini masih berada di angka nol persen.

Hal ini disampaikan Al Haris saat menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) antar gubernur se-Indonesia yang digelar di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Rabu (9/7/2025). Rakor ini diprakarsai oleh Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud, sebagai forum untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah melalui pengelolaan sumber daya alam.

“Untuk PHH kita belum ada sama sekali, masih nol persen. Begitu juga dengan PHT (Penjualan Hasil Tambang), masih sangat kecil. Ini harus kita sampaikan ke pemerintah pusat agar ada perhatian,” tegas Al Haris, Kamis (10/7/2025).

Gubernur dua periode itu juga menyoroti kecilnya persentase Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor sawit yang diterima Jambi. Ia menyebut Jambi hanya menerima sekitar 4 persen dari total DBH sawit, jumlah yang dianggap sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi besar yang dimiliki daerah.

“DBH sawit kita baru sekitar 4 persen. Kita minta agar ditingkatkan menjadi minimal 10 persen. Ini bisa sangat membantu meningkatkan PAD Jambi,” ujarnya.

Al Haris juga menyoroti lambannya realisasi potensi pendapatan dari sektor biokarbon di Jambi. Ia mengungkapkan bahwa program biokarbon yang sudah berjalan terhambat oleh surat dari Menteri Kehutanan yang meminta penundaan proyek selama revisi Perpres 98 berlangsung.