Harga cabai merah dan bawang merah turun signifikan di Pasar Tradisional, namun para ekonom menilai penurunan ini juga mencerminkan lemahnya daya beli masyarakat.
-
Syaiful Amri
JAMBISNIS.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,37 persen pada Mei 2025, yang dipicu oleh turunnya harga komoditas pangan akibat panen raya. Meski sekilas terdengar positif, sejumlah ekonom memperingatkan bahwa deflasi ini justru menjadi sinyal lemahnya daya beli masyarakat setelah periode Lebaran. Selain itu komponen harga pangan bergejolak atau volatile food mengalami deflasi paling tajam, yaitu sebesar 2,48 persen, dengan komoditas seperti cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah mengalami penurunan harga signifikan. Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, penurunan harga ini bukan semata karena meningkatnya pasokan, tetapi juga akibat lemahnya permintaan masyarakat.
“Bahkan untuk kebutuhan pokok seperti ikan dan ayam, harga turun. Ini menandakan permintaan yang lemah,” ujar Faisal, Selasa (3/6/2025).
Fenomena deflasi juga terlihat pada komponen harga yang diatur pemerintah, seperti tarif internet. Selama periode mudik Lebaran dan Nyepi, tarif internet sempat turun karena promo, namun pasca-diskon, permintaan tetap lesu dan belum kembali seperti semula. Ekonom dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai deflasi ini sebagai tanda tertahannya konsumsi rumah tangga. Ia mengungkapkan bahwa meski pasokan stabil dan harga turun, masyarakat tetap menahan belanja.
“Ada tekanan psikologis di balik itu,” katanya.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menegaskan bahwa pemulihan ekonomi belum merata, terutama di kalangan menengah ke bawah yang belum banyak menerima manfaat dari kebijakan fiskal. Tekanan deflasi juga didorong oleh faktor eksternal. Pada April 2025, neraca perdagangan Indonesia hanya mencatatkan surplus sebesar 160 juta dolar AS, jauh dari ekspektasi. Meskipun ekspor naik 5,76 persen, impor justru melonjak hingga 21,84 persen, terutama dari sektor logam mulia dan perhiasan yang meningkat lebih dari 250 persen.
“Suplai pangan kuat, tapi permintaan masih lemah. Ini mencerminkan tekanan deflasi yang bersifat campuran,” ujar Josua.
Meski Inflasi tahunan Mei 2025 tercatat sebesar 1,6 persen, lebih rendah dari Mei 2024 yang mencapai 2,84 persen, para ekonom menekankan bahwa deflasi saat ini perlu diwaspadai sebagai indikator melemahnya konsumsi rumah tangga, bukan hanya hasil positif dari kestabilan harga. (*)
Jl. Kapt. A. Bakaruddin, Kelurahan Selamat, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi, 36124
+62
media@jambisnis.com pimred@jambisnis.com
© Design by Jambisnis.com